Yogyakarta – Gugus Tugas Papua Universitas Gadjah Mada (GTP UGM) mengadakan “Sarasehan Mahasiswa Papua”. Acara tersebut diinisiasi untuk mendengar aspirasi mahasiswa UGM asal Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat serta memberikan umpan balik kepada pihak kampus.
Ketua Gugus Tugas Papua UGM, Dr. Gabriel Lele mengatakan, salah satu masalah pokok yang perlu diselesaikan di Tanah Papua adalah kualitas sumber daya manusia (SDM). Oleh karena itu, GTP UGM secara serius telah melaksanakan fungsi advokasi dan pendampingan bagi orang asli Papua melalui berbagai cara.
“Misalnya, pengiriman Guru Penggerak Daerah Terpencil (GPDT) di Kabupaten Intan Jaya, Kabupaten Puncak, dan Kabupaten Mappi. Kami juga melakukan pendampingan bagi mahasiswa dan calon mahasiswa asal Papua yang akan berkuliah di UGM. Proses pendampingan yang saat ini sudah berjalan berasal dari Kabupaten Puncak dan Mappi”, ungkap Gabriel pada acara sarasehan yang diselenggarakan secara daring pada Selasa, 12 April 2022.
Sementara itu, Rektor UGM Prof. Panut Mulyono dalam sambutannya menyampaikan apresiasi terhadap penyelenggaraan forum tersebut. Menurutnya, forum sarasehan bisa menjadi wadah mahasiswa asal Papua menyampaikan aspirasinya.
“Kampus akan mendengarkan langsung harapan adik-adik mahasiswa asal Papua. Apabila hal-hal yang disampaikan tidak menyalahi regulasi, pasti akan kita tindaklanjuti. Kita ingin Papua bisa mempercepat laju pembangunan untuk mensejajarkan dengan provinsi lain di Indonesia,” ungkap Rektor UGM.
Mendapat Respon Positif
Arinus Wantik salah satu mahasiswa Fakultas Teknik merespon baik acara tersebut. Menurutnya, mahasiswa asal Papua sering memiliki keluhan, tetapi takut dan bingung menyampaikan keluhan tersebut. Adanya forum sarasehan ini dinilai bisa menjadi salah satu cara untuk mendengarkan keluhan mahasiswa asal Papua.
“Selain itu, kami kadang juga kesulitan menyesuaikan diri di kampus, sehingga sampai ada yang pulang. Kampus mungkin bisa memberikan matrikulasi bagi mahasiswa baru asal Papua, karena di pedalaman dan kota sangat jauh kualitasnya dan tidak setara,” ungkap Arinus.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Austien Elsa Firgina Kamodi. Menurutnya, kampus perlu membuat wadah untuk konsultasi bagi mahasiswa asal Papua, baik tentang permasalahan akademik, non-akademik, maupun terkait kesehatan mental.
“Jadi, di sini saya rasa jasa psikolog sangat penting untuk dapat dimanfaatkan oleh teman-teman mahasiswa asal Papua, terutama yang berkaitan dengan kesehatan mental tersebut,” ungkap Austien di kolom chat zoom.
Berbagai catatan keluhan dan masukan langsung direspon oleh Wakil Rektor Bidang Pendidikan, Pengajaran, dan Kemahasiswaan UGM, Prof. Djagal Wiseso Marseno. Menurutnya, berbagai masukan tersebut akan ditindaklanjuti oleh pihak kampus.
“Terkait banyaknya keluhan, kampus sedang menyusun unit pelayanan terpadu yang akan menampung keluhan akademis maupun non-akademis. Nantinya ada tim kecil yang akan menangani sesuai kasusnya,” ungkap Djagal.
Hal yang sama juga ditekankan oleh Direktur Kemahasiswaan UGM Dr. R. Suharyadi. Menurutnya, Direktorat Kemahasiswaan telah mempunyai layanan bagi mahasiswa yang memiliki kendala akademis maupun non-akademis.
“Kendala akademis ada pendampingan dari kakak tingkat, non-akademis juga ada unit reaksi cepat psikologis. Ini dapat diakses gratis,” pungkasnya.
Acara sarasehan yang mengangkat tema “Mewujudkan Kecerdasan Akademik, Emosional, dan Sosial Guna Tercapainya Kesuksesan Studi di UGM” tersebut juga turut dihadiri oleh Direktorat Pendidikan dan Pengajaran UGM, Direktorat Kemahasiswaan UGM, Perwakilan Dekanat Fakultas/Sekolah se-UGM, Seksi Pengelolaan Beasiswa, Peneliti GTP UGM, dan mahasiswa asal Papua dan Papua Barat dari berbagai program studi di UGM. (IN/GTP UGM)